Beranda | Artikel
Menghafal al-Quran Dulu atau Menuntut Ilmu? - Syaikh Shalih al-Ushoimi #NasehatUlama
Senin, 14 Juni 2021

Menghafal al-Quran Dulu atau Menuntut Ilmu? – Syaikh Shalih al-Ushoimi #NasehatUlama

تَقُولُ هَذِهِ الْأُخْتُ
Saudari kita ini bertanya:

طَالِبُ الْعِلْمِ الَّذِي لَمْ يَخْتِمِ الْقُرْآنَ بَعْدُ
Penuntut ilmu yang belum selesai menghafal al-Qur’an,

وَهُوَ مَعَ حِفْظِ الْقُرْآنِ يَحْفَظُ الْمُتُونَ وَيَتَلَقَّى شَرْحَهَا
bersamaan dengan itu, dia juga menghafal matan-matan dan mempelajari penjelasannya,

وَيَضِيقُ عَلَيْهِ الْوَقْتُ لِقِرَاءةِ تَفْسِيرِهَا
sehingga dia tidak memiliki waktu lagi untuk membaca tafsir al-Qur’an,

فَيَمْضِي فِي الْحِفْظِ فَقَطْ
hanya fokus menghafal al-Qur’an saja.

هَلْ هُنَاكَ طَرِيقَةٌ يَتْبَعُهَا لِتَحْصِيلِ مَا فَعَلَهُ الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ؟
Apakah ada metode agar dapat meraih seperti yang diraih para sahabat -radhiyallahu ‘anhum?

مَا هِي التَّفَاسِيرُ الَّتِي تَنْصَحُونَ بِهَا لِتَحْقِيقِ هَذَا؟
Kitab-kitab tafsir apa saja yang Anda sarankan untuk merealisasikan ini?

الْجَوَابُ أَنَّ الْمُنَازَعَاتِ الَّتِي تَقَعُ فِي نُفُوسِ الطَّلَبَةِ وَالطَّالِبَاتِ
Jawabannya: Kegalauan yang ada dalam diri para penuntut ilmu

مِمَّا يَتَعَلَّقُ بِالْعِلْمِ
yang berkaitan dengan ilmu,

لَا يَمْحُوهَا إِلَّا إِرْشَادُ مُرْشِدٍ
tidak akan sirna kecuali dengan bimbingan dari orang yang berpengalaman.

فَإِنِ ابْتَدَأَ الْمُتَعَلِّمُ النَّظَرَ مِنْ نَفْسِهِ
Jika seorang murid mulai mencermati dirinya, (dia akan mendapati dirinya)…

يَسْلُكُ طَرِيقًا يَنْدَمُ عَلَيْهِ
menempuh suatu metode yang kemudian dia sesali…

ثُمَّ يَنْتَقِلُ إِلَى آخَرَ ثُمَّ يَشْرَعُ فِيهِ
Lalu dia berpindah ke metode lain dan menempuhnya.

ثُمَّ يَنْتَقِلُ إِلَى آخَرَ
Lalu berpindah lagi ke metode lainnya.

فَلَا يَزَالُ مُتَنَقِّلًا لَا يَهْتَدِي إِلَى صَوَابٍ
Dan begitu seterusnya tanpa menemukan metode yang benar,

فَيَنْبَغِي أَنْ يَرْجِعَ إِلَى مَنْ يَسْتَرْشِدُ بِهِ
Maka hendaklah dia menghadap kepada orang yang dapat menuntunnya…

وَالْإِمَامُ أَحْمَدُ سَأَلَهُ رَجُلٌ
Imam Ahmad pernah ditanya seorang lelaki,

هَلْ أَطْلُبُ الْعِلْمَ أَمْ أَحْفَظُ الْقُرْآنَ؟
“Apakah lebih baik aku menuntut ilmu atau menghafal al-Qur’an?”

فَنَظَرَ إِلَيْهِ فَوَجَدَهُ كَبِيرًا
beliau mencermati lelaki itu, dan mendapatinya telah dewasa.

فَقَالَ اُطْلُبِ الْعِلْمَ
Maka beliau menjawab, “Tuntutlah ilmu!”

أَيْ إِنَّ مَا يَلْزَمُ الْإِنْسَانَ بَعْدَ بُلُوغِهِ مِنَ الْأَحْكَامِ
Yakni karena tuntutan hukum-hukum Islam terhadapnya setelah dia baligh,…

فَوْقَ مَا يَلْزَمُهُ مِنْ حِفْظِ الْقُرْآنِ
lebih besar daripada tuntutannya untuk menghafal al-Qur’an…

إِذْ حِفْظُ الْقُرْآنِ الَّذِي لَا بُدَّ مِنْهُ هُوَ الْفَاتِحَةُ
Karena hafalan al-Qur’an yang wajib dia miliki hanyalah al-Fatihah

وَيَتْبَعُهُ مَا تَقُومُ بِهِ صَلَاةُ الْإِنْسَانِ عَلَى الْوَجْهِ الْأَكْمَلِ
dan ilmu yang dia gunakan agar dapat mendirikan shalat secara sempurna.

فَمِنْهُ وَاجِبٌ وَمِنْهُ مُسْتَحَبٌّ
Di antara ilmu itu ada yang wajib, dan ada pula yang mustahab (sunnah)

وَمَا وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الزِّيَادَةِ عَلَيْهِ
Serta ilmu lainnya di samping semua itu.

وَالْبُلُوغُ إِلَى حِفْظِ الْقُرْآنِ هَذِهِ مَرْتَبَةٌ عَظِيمَةٌ
Adapun menghafal al-Qur’an merupakan kedudukan agung yang memiliki banyak keutamaan

فِيهَا فَضَائِلُ وَثَبَتَتْ فِي الْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ
yang disebutkan dalam al-Qur’an as-Sunnah dan al-Ijma’.

خِلَافًا لِمَنْ يُمَوِّهُ بِأَنَّهُ
Bukan seperti perkataan orang bahwa,..

لَيْسَ مِنْ هَدْيِ الْإِسْلَامِ الْحِرْصَ عَلَى الْحِفْظِ وَإِنَّمَا الْحِرْصُ عَلَى الْفَهْمِ
“Tuntunan agama Islam tidak tertaut pada menghafal, namun pada memahami.”

فَهَدْيُ الْإِسْلَامِ الْحِرْصُ عَلَى حِفْظِ الْقُرْآنِ وَفَهْمِهِ
Sebab tuntunan agama Islam memberi perhatian pada menghafal al-Qur’an dan memahaminya

لَكِنْ بِاعْتِبَارِ مَا يَحُفُّ بِذَلِكَ مِنَ الْقَرَائِنِ
Namun itu tergantung pada keadaan-keadaan yang melingkupi;

فَالْمُتَعَلِّمُ إِذَا كَانَ صَغِيرًا وُجِّهَ إِلَى حِفْظِ الْقُرْآنِ وَأُفْرِغَ لَهُ
Jika penuntut ilmu masih kecil, maka dianjurkan untuk fokus menghafal al-Qur’an

أَمَّا إِذَا كَانَ كَبِيرًا
Namun jika telah dewasa,…

فَإِنَّهُ يَطْلُبُ مِنَ الْعِلْمِ الْمُتَأَكِّدِ فِي حَقِّهِ وَمَا بَعْدَهُ
maka ia harus mencari ilmu yang sangat berkaitan dengan kewajibannya dan lain sebagainya.

فَيَحْفَظُ وَيَسْتَشْرِحُ بُطُونَ الْعِلْمِ
Maka ia harus menghafal dan mempelajari ilmu yang mendalam,

مَعَ الْحِرْصِ عَلَى حِفْظِ الْقُرْآنِ وَالْاِجْتِهَادِ بِذَلِكَ بِحَسَبِ وُسْعِهِ
sembari tetap berusaha keras menghafal al-Qur’an sesuai kemampuannya,

وَيَأْخُذُ كُلَّ ذَلِكَ شَيْئًا فَشَيْئًا حَتَّى يَصِلَ
serta melakukan semua itu sedikit demi sedikit hingga dapat mencapainya.

فَإِنَّ الْعُمُرَ لَوْ كَانَ كَعُمُرِ نُوْحٍ لَمْ يَفْرَغْ لِلْعِلْمِ
Karena umur manusia meski sepanjang umur Nabi Nuh, tetap tidak cukup untuk mencari ilmu.

فَالْعِلْمُ بَحْرٌ وَاسِعٌ
Karena ilmu adalah lautan luas.

لَكِنَّ الْإِنْسَانَ يَأْخُذُهُ شَيْئًا فَشَيْئًا مَعَ مُهِمَّاتِهِ
Namun manusia harus berusaha mencarinya sedikit demi sedikit sesuai kebutuhannya.

وَمَنْ صَبَرَ وَثَابَرَ
Barangsiapa yang bersabar dan berjuang

فَسَيَصِلُ إِلَى الْخَيْرِ الْكَثِيرِ مِنْهُ
niscaya akan meraih banyak kebaikan.

وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّحِيحِ
Dalam hadits shahih, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-…

ذَكَرَ مِنْ أَحْوَالِ هَذِهِ الْأُمَّةِ الْمُخِلَّةِ
menyebutkan salah satu keadaan umat ini yang tidak baik

بِسَيْرِهَا الْاِسْتِعْجَال
yaitu yang berjalan dengan terburu-buru.

أَيْ قَالَ وَلَكِنَّكُمْ قَوْمٌ تَسْتَعْجِلُونَ
Yakni beliau bersabda, “Namun kalian kaum yang terburu-buru.”

وَهَذَا ظَاهِرٌ فِي أَحْوَالِ النَّاسِ فِي بَابِ الْعِلْمِ
Dan hal ini tampak sekali dalam perkara mencari ilmu,..

أَوْ فِي بَابِ الْعَمَلِ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْأَبْوَابِ
dalam bekerja, atau dalam perkara lainnya.

فَيَنْبَغِي أَنْ يَسِيرَ الْإِنْسَانُ سَيْرًا وَئِيدًا مُسْتَرْشِدًا
Maka hendaklah seseorang berjalan dengan tenang sesuai petunjuk.

وَلَا يَلْزَمُ أَنْ يَقْرِنَ بَيْنَ الْحِفْظِ وَمَعْرِفَةِ الْمَعَانِي
Tidak harus menghafal al-Qur’an dan mengetahui makna-maknanya sekaligus,

فَهَذِهِ مَرْتَبَةٌ كُمْلَى
karena ini merupakan derajat yang tertinggi.

وَمَا كَانَ عَلَيْهِ الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ
Adapun dahulu para sahabat -radhiyallahu ‘anhum- (dalam mencari ilmu),

كَانَ لَهُمْ فِيهِ مَا يُسَاعِدُهُمْ
mereka memiliki banyak aspek pendukung;

مِنْ صِحَّةِ فُهُوْمِهِمْ وَسَلَامَةِ أَلْسَنَتِهِمْ
seperti pemahaman yang benar, kefasihan bahasa,

وَشُهُودِهِمُ التَّنْزِيلَ
dan berada di zaman turunnya wahyu,

فَيَظْهَرُ لَهُمْ مِنْ مَعَانِي الْقُرْآنِ لِأَوَّلِ وَهْلَةٍ
sehingga makna-makna al-Qur’an jelas bagi mereka, meski baru pertama mereka dengar…

مَا لَا يَظْهَرُ لَنَا
yang bagi kita belum jelas.

فَأَنْتَ إِذَا سَأَلْتَ جُمْهُورَ النَّاسِ
Jika kamu bertanya pada kebanyakan orang…

مَا مَعْنَى أَنْ تُبْسَلَ ؟
Apa makna kalimat “An Tubsala”?

رُبَّمَا لَمْ تَخْرُجْ إِلَّا بِقَلِيلٍ مِنْهُمْ
Mungkin yang dapat menjawabmu hanya sedikit saja.

وَأَمَّا الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ
Sedangkan para sahabat -radhiyallahu ‘anhum-,

فَكَانُوا يَتَكَلَّمُونَ بِاللِّسَانِ الْعَرَبِيِّ
mereka berbicara dengan bahasa arab tulen

فَيَعْرِفُونَ غَالِبَ مَا فِي الْقُرْآنِ مِنَ الْمَعَانِي
sehingga mereka mengetahui mayoritas makna kalimat dalam al-Qur’an.

وَيَنْبَغِي أَنْ يُعْرَفَ أَنَّ أَخْذَ الْعِلْمِ فِي الْأُمَّةِ
Dan yang harus diketahui bahwa metode menuntut ilmu pada umat ini

تَتَطَوَّرُ أَحْوَالُهُ بِقَدْرِ مَا يُحْفَظُ فِيهَا
telah mengalami perkembangan, sejalan dengan metode yang dapat menjaga ilmu itu.

فَقَدْ يَكُونُ شَيْئًا كَانَ فِي الْأَوَّلِ
Sehingga terkadang suatu metode pada awalnya dipakai…

غَيْرَ مَعْمُولٍ بِهِ فِي الْآخِرِ
namun kemudian tidak berlaku lagi.

وَهَذَا لَهُ شَوَاهِدُ كَثِيرَةٌ مِنْهَا هَذِهِ الْمُتُونُ
Ada banyak sekali contohnya, di antaranya adalah matan-matan ilmu ini.

فَلَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ أَبِي بِكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ
Di zaman Abu Bakar, Umar, dan ‘Utsman -radhiyallahu ‘anhum-

فَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ وَأَتْبَاعِ التَّابِعِينَ شَيْءٌ اسْمُهُ الْمُتُونُ
juga di zaman tabi’in dan tabi’ut tabi’in, tidak ada sesuatu yang dinamakan dengan matan.

وَلَكِنْ بَعْدَ ذَلِكَ اِسْتَقَرَّ الْأَمْرُ عَلَى هَذَا
Namun setelah itu, matan-matan ini banyak digunakan.

وَأَيْضًا لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُمْ مَا يُسَمَّى بِجَمْعِ الْقِرَاءَاتِ
Dan juga, di zaman mereka tidak ada yang dinamakan pengumpulan qira’at al-Qur’an.

وَبَعْدَ ذَلِكَ لَمَّا صَارُوا يَقْرَؤُونَ بِهَا كَانُوا يُفْرِدُونَ الرِّوَايَةَ الْوَاحِدَةَ
Namun setelah itu; ketika mereka membaca dengan berbagai qira’at, mereka memilih satu riwayat

ثُمَّ بَعْدَ ذَلِكَ صَارَ مِنْ عَادَةِ النَّاسِ بَعْدَ خَمْسِ مِئَةٍ أَنَّهُمْ يَجْمَعُونَ الْقِرَاءَاتِ
kemudian setelah berjalan 500 tahun, orang-orang mulai terbiasa mengumpulkan bacaan qira’at.

وَأَنَّ هَذَا الطَّرِيقَ لِحِفْظِ الْعِلْمِ لِئَلَّا يَضِيْعَ
Dan ini merupakan metode untuk menjaga ilmu agar tidak lenyap.

وَإِدْرَاكُ هَذِهِ الْمَعَانِي مَوْكُوْلٌ لِمَنْ لَهُمْ مَعْرِفَةٌ بِالتَّرْبِيَةِ الْعِلْمِيَّةِ
Dan untuk mengetahui hal ini, harus diserahkan kepada orang yang memahami tarbiyah ilmiyah.

الَّذِينَ امْتَزَجَتْ قَلُوبُهُمْ بِالْعِلْمِ
Yang hati mereka telah menyatu dengan ilmu,

فَأَحَبُّوا الْعِلْمَ وَعَاشُوا لَهُ
sehingga mereka mencintai ilmu dan hidup untuk itu.

فَهَؤُلَاءِ هُمُ الَّذِينَ لَهُ لَهُمْ بَصيرَةٌ
Merekalah yang memiliki kejernihan pandangan

إِذَا وَفَّقَهُمُ اللهُ وَاسْتَعَانُوا بِهِ
jika mereka mendapat taufik, dan memohon pertolongan kepada Allah.

وَأَمَّا النَّاعِتُونَ طَرِيقَ الْعِلْمِ
Adapun orang yang mengada-ada metode menuntut ilmu…

فَكَمْ مِنْ نَاعِتٍ نَاعِقٌ ؟
maka betapa banyak dari mereka yang hanya berbual

إِذْ يُرْشِدُ إِلَى أَشْيَاءَ هِي مِنْ ضَرْبِ الْخَيَالِ
karena mereka hanya memberi arahan yang mustahil dilakukan,

وَيَقِلُّ انْتِفَاعُ النَّاسِ بِهَا
dan sedikit sekali yang mendapat manfaat darinya.

فَأَنَا كَمَا نَبَّهْتُ إِلَى أَصْلٍ كُلِّيّ فِي هَذَا الْأَمْرِ
Dan aku menjelaskan kaidah umum dalam hal ini,

أُنَبِّهُ إِلَى الْحِرْصِ عَلَى الْاِسْتِرْشَادِ
selain itu aku juga menganjurkan untuk selalu meminta bimbingan…

بِأَهْلِ الْمَعْرِفَةِ وَالْأَخْذِ لِلْعِلْمِ فِي هَذَا وَمِثْلِهِ
kepada orang yang berpengalaman dalam bidang ilmu dan menuntut ilmu dalam hal ini dan lainnya.


Artikel asli: https://nasehat.net/menghafal-al-quran-dulu-atau-menuntut-ilmu-syaikh-shalih-al-ushoimi-nasehatulama/